Minggu, 21 Oktober 2007

Tranformasi

“Transformasi itu apa sih, akh?” tanyaku pada seorang mas’ul syuro. Dan ada orang yang giginya gemerentuk gemas “Aduuh, Ndari,,tolong ya,,ngomongnya jangan gitu”. Emang gimana terdengarnya? Pembaca, do u know the intonation?

Tidak ada pertanyaan yang bodoh. Dulu saya takut bertanya, takut dikira bloon. Tapi kata seorang mantan presiden K-KM, “Emang kenapa kalo dikira bloon?” iya. Trus napa?

Saya akan berbagi sedikit mengenai transformasi linear. Oh ReaLLy? Transformasi, dalam aljabar linear berati pemetaan, namun yang saya tangkap dari sebuah wacana, transformasi adalah perubahan, metamorfosis mungkin tepatnya.

Beberapa saat yang lalu saya mengirim sms kepada seorang teman yang memiliki pendapat yang cukup berbeda dengan saya berkenaan dengan interaksi dengan lawan jenis, aduh entah ya,,beliau bermasalah dengan bahasa yang saya gunakan. Bingung, harus gimana memangnya?

Jujur, saya sangat menyukai ayah saya, muslim yang flexibel, ayah yang juga sahabat anak-anaknya, bicara pada kami, putra-putrinya dengan bahasa kami.

Ya, sangat menyukai beliau, bahkan dalam hal mu’amalah.

”,,Dan apakah mereka akan mengikuti bapak-bapak mereka, walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala?” (Luqman 21)

Bukan,,bukan bersu’udzon pada ayah. Bukan begitu tentu maksudnya, namun, ketika kita mendapati sebuah pengetahuan, kenapa enggak siih, kita berubah ke arah yang lebih baik?

Salah satu fadhilah tadarus atau membaca Al-Qur’an adalah, orang tua kita akan didudukkan di sebuah dipan di akhirat nanti, mereka bertanya, ”Apa yang kami lakukan Ya Allah, sehingga kami berada di atas dipan ini?” dijawab ”Itu adalah akibat dari anakmu yang selalu membaca Qur’an”. Fadhilah=keuntungan. Kalo kita berbuat baik, toh orang di luar diri kita pun, insya Allah akan merasakan keuntungannya. Amin Ya Rabb.

Tentang transformasi,,

Do u know anything about jahiliyah?. Yang saya tahu, iyaitu ke-stupid-an. Seperti apakah? Selama ini, kita sering mendengar kebobrokan masyarakat Arab, seperti membunuh anak perempuan hidup-hidup, de el el sebelum datangnya Rasul. Namun tahukah Anda? Sesungguhnya peradaban Arab saat itu dapat dibilang cukup baik, masyarakat pun bukan pemalas-pemalas mereka cerdas, piawai me-create syair-syair. Singkatnya, kejahilan di daerah Arab pada masa tersebut, bukanlah karena ketidaktahuan, namun keangkuhan. Datangnya pengetahuan membuat masyarakatnya semakin mengingkari ayat-ayat Allah.


Sebuah judul di Saksikanlah bahwa Aku Seorang Muslim:

Sangat keliru mengidentifikasi jahiliah sebagai keterbelakangan. Dalam masyarakat terbelakang, mungkin kita akan menemukan jahiliah dalam bentuk yang mudah dikenali karena juga ’primitif’. Tetapi estafet jahiliah telah diterima dengan manis oleh generasi penerus.

Inilah dunia baru yang jahiliahnya tertata begitu tertata. Menjadi teori-teori ilmiah yang sulit dibantah. Menjadi istilah-istilah mewah yang diucapkan dengan gagah.

Berhala-berhala seakan berlomba untuk merubah wujudnya menjadi tampil lebih elegan di putaran zaman. Ada yang tak banyak merubah dirinya seperti penyembahan benda angkasa. Penyembahan bintang dan benda angkasa hanya memindah tempat ibadahnya ke halaman tabloid dan majalah. Ia berganti nama baru: zodiak dan horoskop.

Ada juga yang metamorfosisnya nyaris sempurna. Inilah berhala kupu-kupu. Dunia sedang menyaksikan da’wah agama paganis-konsumerisme melalui iklan di televisi. Dan setiap waktu berbondonglah penyambut seruan itu ke tempat-tempat ibadah elegan yang kini menjamur sampai pinggiran kota: Mal-mal megah.

Allah memberikan pasar sebagai tempat tinggal bagi Iblis. Anak turunannya telah membangunnya menjadi istana peribadatan yang megah. Disini bertahta berhala baru bernama Trend dan Mode. Mungkin ini metamorfosis sempurna menjadi Lataa dan ’Uzza.

Ini bukan soal pemenuhan kebutuhan, karena kini orientasi massa telah diubah dari need kepada want. Iklan mengajarkan bahwa wanita dihargai hanya sebatas kilau rambut, kemulusan wajah, dan putihnya kulit. Iklan telah mendidik kita untuk menstandarkan kebenaran pada penilaian manusia kebanyakkan tanpa nalar dan sikap kritis. Inilah varises yang menyerang pembuluh peradaban dan kemanusiaan. Bahkan disini, di dalam rumah kita, benda-benda telah menjadi rujukkan utama dalam menyikapi kehidupan. Ukuran mulia dan hina telah terjenjang dalam besaran materi.

(Seperti yang dituliskan Salim, dengan sedikit distorsi)

Hhh,,astagfirullah Ya Rabb. Saya pun masih seperti yang dituliskan Salim, sebelum saya baca bukunya. Ber-Oh-Oh! Dan malu pada what have i done.

Tidak ada komentar: